‘Peta kekuatan dan kelemahan masing-masing setidaknya dapat terbaca melalui hasil pemilihan 2014. Saat itu, dari 133 juta lebih suara sah, Jokowi-JK meraup 70 juta lebih (53,25%), sedangkan Prabowo-Hatta 62 juta lebih (46,85%)’
PEMILU presiden (pilpres) akan digelar serentak bersama pemilu legislatif (pileg) pada 17 April 2019. Melihat konstelasi politik saat ini, Joko Widodo dan Prabowo Subianto tampaknya akan kembali bersaing. Sebab itu, hasil pilpres 2014 wajib menjadi rujukan untuk 2019.
Peta kekuatan dan kelemahan masing-masing setidaknya dapat terbaca melalui hasil pemilihan 2014. Saat itu, dari 133 juta lebih suara sah, Jokowi-JK meraup 70 juta lebih (53,25%), sedangkan Prabowo-Hatta 62 juta lebih (46,85%).
Jika dikalkulasi berdasar peta kekuatan 2014, untuk mengincar kemenangan pada 2019, Prabowo harus mencuri 5 juta suara dari pemilih Jokowi, atau menangkap 58 juta suara yang golput pada 2014. Prabowo juga bisa menargetkan pemilih pemula yang ada sekian juta.
Di sisi lain, bagi Jokowi tinggal bagaimana dirinya menjaga kepercayaan 70 juta lebih masyarakat Indonesia yang memilihnya pada 2014 jangan sampai mereka berpindah. Bagaimana juga mencuri hati pemilih pemula dan terutama memastikan 58 juta pemilih golput 2014, sebagian besar memilihnya pada 2019 (jika memilih).
Bila dipetakan per wilayah pemilihan, Jokowi bisa membusungkan dada. ‘Si kurus’ menang di 23 provinsi plus wilayah pemilihan luar negeri. Sedangkan Prabowo hanya menang di 10 provinsi. Tetapi daerah dengan jumlah pemilih terbesar yaitu Jawa Barat, berhasil dimenangi Prabowo menembus 59 persen.
Di Indonesia Timur, Prabowo hanya menang di tiga provinsi saja, yakni Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, dan Gorontalo. Sebaliknya Jokowi menang hingga 70 persen lebih di Bali, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.(red)
