MASALAH kependudukan di Indonesia dapat dikaji melalui pola dan arus migrasi penduduk. Daerah terlalu padat penduduk dapat menimbulkan efek negatif seperti ketegangan sosial, kerusakan alam, kriminalitas, dan lainnya. Sebaliknya di wilayah kurang penduduk, roda perputaran ekonomi cenderung lesu dan memperparah kemiskinan.
Karena itu, arus migrasi di Indonesia wajib menjadi perhatian penting pemerintah dan masyarakat demi kemakmuran bangsa. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dalam rilisnya menyatakan, ada dua jenis migrasi.
Pertama adalah migrasi seumur hidup, baik masuk maupun keluar. Migrasi ini disebut bila provinsi tempat tinggal seseorang pada saat pencacahan berbeda dengan provinsi tempat lahirnya. Sedangkan migrasi risen disebut bila provinsi tempat tinggal seseorang pada saat pencacahan berbeda dengan provinsi tempat tinggalnya 5 tahun sebelumnya.
Ada fakta mengejutkan ketika mempelajari migrasi masuk seumur hidup menurut provinsi di Indonesia sepanjang tahun 1980 hingga tahun 2015. Di DKI Jakarta misalnya. Pada era 1980 hingga tahun 2010, arus migran masuk terus meningkat tajam. Jutaan penduduk seantero Indonesia menyerbu ibu kota untuk memperbaiki ekonominya.
Menariknya, pada periode 2010-2015, arus migran di Jakarta menurun untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Pada tahun 2010, migran masuk Jakarta sebanyak 4.077.515 penduduk. Nah data BPS pada tahun 2015, penduduk migran di Jakarta telah berkurang menjadi 3.647.328 jiwa.
Hal ini ditengarai karena kebijakan mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada tahun 2007-2012 yang bekerja sama dengan daerah asal kaum migran, kemudian memperketat peraturan kependudukan dan pencatatan sipil.
Selain itu, program transmigrasi pemerintah (yang masih didebatkan), ikut membelokkan arah migran ke daerah lain. Tetapi tak bisa dipungkiri, geliat ekonomi di provinsi lain telah mempengaruhi kemudi migran berpindah dari Jakarta.
Tren penurunan migran juga terjadi di banyak provinsi padat penduduk. Seperti di Jawa Barat yang migrannya naik dari 1980 hingga 2010, namun turun pada 2015. Hal sama juga di Jawa Timur, Riau, Lampung, Banten, hingga daerah industri Kalimantan Timur.
Fenomena ini menunjukkan telah terjadi perubahan paradigma banyak masyarakat Indonesia soal mencari pekerjaan di luar daerah. Yang semula Jakarta adalah pusat perantauan, kini sasaran migran mulai tersebar di sejumlah pulau dan provinsi. Lantas di mana wilayah yang mengalami peningkatan migran?
Angka menunjukkan, sasaran rantauan bukan di Indonesia Barat lagi, tapi Indonesia Timur. Di saat banyak provinsi di Indonesia Barat mengalami penurunan migran, jumlah perantau di Indonesia Timur justru terus tumbuh naik.
Pulau yang terus-menerus diserbu migran adalah Papua dan Papua Barat. Sejak tahun 1980, terjadi ledakan jumlah perantau di Bumi Cenderawasih. Di Papua, pada tahun 1980 migran hanya 96.079 penduduk, dan setiap tahun mengalami kenaikan hingga 2015 mencapai 491.656 migran. Sementara di Papua Barat, pada 2010 sampai 2015, telah masuk 20 ribu perantau.
Gubernur Papua Barnabas Suebu SH (20 Mei 2010) mengakui, arus migran masuk ke Papua terus meningkat, bahkan merupakan yang tertinggi di dunia. Pertambahan migran bagi setiap bangsa menurut perhitungan dunia normalnya adalah dua persen per tahun. Namun yang terjadi di Papua hingga lima persen per tahun.
BACA JUGA: Bahaya Ledakan Penduduk, Dunia Terancam Krisis
Yang menarik migran merantau ke Papua karena faktor ekonomi. Terutama mereka yang ingin mengumpulkan pundi-pundi uang dari mengeruk emas di Grasberg Papua. Namun bagaimanapun, karena mengancam eksistensi penduduk asli, program transmigrasi pemerintah maupun inisiatif sendiri masyarakat ke Papua, diminta perlu dibatasi.
Selain Papua, kenaikan migrasi penduduk di Indonesia Timur juga terjadi di Maluku, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan yang menonjol adalah Bali. Sedangkan di Indonesia Barat, arus migrasi menurun di banyak daerah. Seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Kalimantan Timur.(red)
This website uses cookies.
Tinggalkan balasan